Gaza, Benteng “Nafas Jihad” Palestina

Gaza telah banyak ditulis media massa sebagai pusat konflik. Di kota kecil yang padat inilah lahir ratusan pejuang Palestina. Mengapa Israel tak pernah bisa menaklukkannya?

Hidayatullah.com--Jalur Gaza, adalah sebuah tempat yang menyiratkan kepedihan, namun juga semangat perjuangan bagi banyak rakyat Palestina. Wilayah ini luasnya hanya 360 km² --separuh wilayah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta-- dengan jumlah penduduknya sekitar 1.225.911 (2002).

Jalur Gaza hanya sepetak tanah tandus di Palestina. Agak berbeda dengan Gaza City, yang kini dijadikan sebagai ibu kotanya. Di Gaza City, sebagaimana daerah Yerusalem, subur luar biasa. Gaza kumuh dan semrawut. Dokar, mobil, motor dan kendaraan lainnya campur aduk.

Sudah miskin teraniaya pula. Selain lokasinya yang berada di ujung dekat perbatasan Mesir dan diapit oleh laut Mediterania, Israel menempatkan balok-balok cor setinggi 9 meter (lebih tinggi dari tembok Berlin), meliputi Jalur Gaza dari selatan, utara dan timur untuk membatasi ruang gerak warga. Tembok ini dilengkapi dengan sarana keamanan, alat penyergapan, tempat pengintai, alat-alat komunikasi, deteksi peringatan, alat perekam, dan alat-alat elektronik lainnya. Gaza ibarat akuarium hidup dan penjara besar banga Palestina.

Daerah miskin ini semakin menderita tatkala berbagai tekanan militer Israel terus diarahkan ke Gaza. Karena itulah, Jalur Gaza hingga sampai saat ini tetap menjadi daerah berbahaya bagi kalangan jurnalis. Di kota kecil yang kumuh inilah Presiden Mahmoud Abbas pernah berkantor, sebelum Gaza dikuasai Hamas.

Gaza merupakan wilayah yang masih belum terjamah oleh pendudukan Israel. Keberadaannya sebagai akibat dari perang Arab-Israel tahun 1948 dan Perang Enam Hari pada 1967, yang efeknya berakhir pembagian batas-batas wilayah antara Israel dan Palestina, yakni; Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, akibat dari pencaplokan Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur oleh Israel. Sejak itu, Israel membangun dan memperluas koloni Yahudi di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta menguasai lebih dari 50% teritori yang diduduki. Zionis-Israel juga meluaskan aneksasinya ke wilayah Yerusalem Timur dan Al-Aqsa, tempat suci yang pernah menjadi kiblat umat Islam sedunia.

Kini, Gaza lebih dikenal sebagai tempat jutaan orang melarikan diri dan tempat mengungsi. Anak-anak berlomba membantu orangtua mereka mengumpulkan makanan dari pusat distribusi bantuan PBB, sementara para perempuan berkumpul di dekat truk-truk, menunggu nama mereka di panggil untuk menerima jatah makanan.

Sejak Hamas berhasil menguasai Gaza, Israel dibantu Fatah langsung mengisolasi wilayah itu. Israel, selain menyatakan perang terhadap Hamas, juga telah menutup penyeberangan kunci perbatasan, menghentikan perdagangan, dan memaksa ribuan warga Palestina mencari tempat perlindungan ke lembaga-lembaga bantuan PBB.

Badan bantuan PBB untuk para pengungsi Palestina mengatakan, hampir 825.000 orang dari 1,5 juta warga Gaza termasuk kategori pengungsi.

Namun kondisi ini, sesungguhnya bukanlah mencerminkan keadaan sebenarnya. Sebab, jika warga Palestina di Gaza diberi kesempatan seperti yang lain, mereka bisa hidup secara baik. Israel dan negara-negara Barat, adalah bagian tak terpisahkan sebagai pencipta kekacauan ini.

Kesimpulan ini disampaikan oleh Shami Shafi, seorang konsultan perusahaan di Jalur Gaza. "Penduduk di Gaza punya peluang dan potensi untuk membangun perekonomian yang sukses, bila mereka diperlakukan sebagai manusia. Bila mereka diizinkan untuk bergerak. Kami bisa berkembang, tetapi kami harus bebas, bebas bergerak dan dapat memanfaatkan peluang yang ada," ujar Shafi yang tahun lalu mendirikan perusahaan untuk memajukan perkembangan ekonomi di Gaza, sebagaimana dikutip Islamonline.

Janji Syeikh Yasin

Gaza adalah saksi hidup berbagai peristiwa, termasuk berbagai luka bangsa Palestina. Banyak pejuang Islam lahir dari kota kecil ini, seperti Dr. Mahmud el Zehhar dan Ismail Haniyah, Perdana Menteri Palestina yang dipecat Presiden Mahmoud Abbas (meski tetap bekerja sebagaimana biasa). Termasuk di antaranya adalah Muhammad bin Idris al-Syafi‘e atau yang kita kenal dengan Imam Syafii.

PBB pernah menyampaikan, Gaza adalah tempat paling dilematik. Lokasi ini, katanya, sebagai lokasi paling rawan nomor lima sedunia. Namun di tempat ini pula, ”Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah” (Gerakan Perlawanan Islam) atau Hamas didirikan pertama kali.

Gaza, adalah sisa dari tempat untuk mengumpulkan semangat perlawanan para pejuang Palestina melawan penjajah. Khalid Mishaal, Kepala Biro Politik Hamas kepada pers, pernah mengatakan, strategi Hamas di Gaza sebagai ”Strategi Nafas Panjang”.

“Nafas panjang” itulah yang kini sedang diperlihatkan Hamas di saat sudah mulai tak mempercayai Presiden Mahmoud Abbas dan gerakan Al-Fatah, yang kini, justru lebih memilih dekat dengan Israel dan Amerika Serikat (AS).

Almarhum Syeikh Yasin, yang juga pendiri Hamas pernah berjanji akan menjaga Gaza. ”Saya tegaskan kepada penjajah Israel bahwa memasuki wilayah Jalur Gaza tidaklah mudah seperti pergi ber-rekreasi; militer Israel harus membayar mahal dan akan menderita kerugian yang sulit dibayangkan,” ujarnya suatu hari, dikutip Palestine Information Center pada tahun 2002.

Gaza, Sesudah Hamas Berkuasa

Dunia terperanjat ketika Hamas secara tiba-tiba menduduki kantor Kepresidenan Mahmoud Abbas di Gaza, awal 14 Juni 2007 lalu. Hamas telah menguasai sepenuhnya Jalur Gaza, beberapa jam setelah Presiden Mahmoud Abbas membubarkan parlemen dan menyatakan keadaan darurat.

Kisah ini, adalah akhir dari gesekan antara dua pejuang pembebasan Palestina, Hamas dan Fatah, pimpinan Mahmoud Abbas. Kabarnya, akibat konflik tak ada ujungnya itu, sedikitnya telah menewaskan 100 warga Palestina.

Sehari Hamas berkuasa, sepanjang malam, bendera Hijau (bendera Hamas) berkibar sebagian wilayah Gaza. Para pendukung Hamas merayakannya di jalan-jalan. Sementara itu, serdadu Fatah terlihat diikat dan dibawa dengan mobil.

"Semua markas di layanan keamanan Jalur Gaza berada di bawah kontrol Brigade Izuddin al-Qassam, termasuk kompleks presiden," kata seorang jurubicara sayap bersenjata Hamas kepada kantor berita AFP. Brigade Izuddin al-Qassam adalah sayap militer bentukan Hamas paling ditakuti Israel.

Keputusan Hamas menguasai markas presiden adalah cara terakhir mencari konsilisasi dengan Fatah, setelah beberapa kali usaha menyatukan pandangan tak berhasil. Namun Ismail Haniyah menolak anggapan terpisahnya Gaza dan Tepi Barat. "Jalur Gaza merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan bagian integral dari ibu pertiwi rakyat Palestina," tuturnya.

Liputan media massa asing kontan seragam. Bahkan, media massa Indonesia –yang sering hanya mengutip pers Barat—lebih membela Mahmoud Abbas dan kelompok Fatah yang justru berlindung pada Amerika dan Israel.

Karena Jalur Gaza adalah tempat paling rawan bagi wartawan, tempat ini nyaris tak terberitakan secara fair oleh banyak media. Di antara media lokal yang secara baik memberitakan kondisi tempat itu adalah Mafkarah Al Islam, yang memiliki koresponden di Gaza dan Palestina.

Sebagaimana dikutip Mafkarah Al Islam, kondisi Gaza pascapertempuran jauh berbalik 180 derajat. Sebelum pecahnya pertempuran antara Fatah dan Hamas yang berakhir dengan menyingkirnya Fatah dan pasukannya, kondisi jalur Gaza amat parah untuk bisa diceritakan. Kevakuman keamanan, rasa takut, dan serangkaian kekacauan terjadi di mana-mana. Kecemasan dirasakan sepanjang waktu, tatkala Fatah berkuasa.

Aktivitas kejahatan seperti perampokan, aksi penculikan terhadap para ulama, dan imam masjid penghafal Al Qur’an, serta pecahnya baku tembak karena masalah-masalah remeh --yang terjadi antarkelompok, pribadi, atau antarkeluarga—setiap saat terjadi.

Kekacauan merembet pada ketiadaan hukum. Termasuk permusuhan terhadap pengadilan, yaitu dengan cara membebaskan para tertuduh dengan paksa dari tuduhan, serta melepaskan orang-orang yang telah divonis kurungan dan pengintimidasian terhadap para hakim supaya mau melepaskan pekerjaanya.

Dr. Shalih Raqab, Wakil Kementerian Wakaf dari jalur Gaza menyatakan, sembilan ulama terbunuh di tangan sempalan revolusi. Biasanya, mereka menjadikan orang-orang berjenggot dan mereka yang terlihat sebagai aktivis Islam sebagai sasaran.

Puluhan kaum muslim yang berjenggot telah menjadi korban penyiksaan sempalan pengikut Ahmad Dahlan, salah satu pengikut Fatah. Dan kekejaman yang paling buruk dari pengikut Mahmoud Abbas ketika menculik Hisam Abu Qainash, kemudian melemparkannya dari lantai lima belas. Namun situasi itu terhenti tatkala Hamas menguasa Gaza.

Minuman Keras dan Prostitusi

Semenjak Jalur Gaza dikuasai Brigade Izzuddin Al-Qasam, kota kecil yang padat ini nyaris terkendali.

Sejumlah pendunduk dari berbagai tingkatan mengungkapkan dengan gembira ketenangan yang mereka rasakan, yang telah hilang sejak beberapa tahun. Adalah Syakir Ashfur dari Khan Yunis Gaza selatan yang juga mahasiswa di Universitas Islam Gaza, bisa aktif kembali untuk pergi ke universitas setelah sebelumnya hal itu tidak bisa ia lakukan karena ia berjenggot. Selain itu, ujarnya, posisi Universitas Islam Gaza sendiri berada di tengah-tengah titik konflik.

"Aku menghadapi kesulitan yang amat sangat ketika pergi untuk melaksanakan shalat Subuh dan isya di masjid. Aku merasa tidak akan kembali dalam keadaan hidup setelah shalat, kami merasa tidak aman sama sekali."

Namun kekhawatiran itu ternyata tak terjadi. Yang terjadi adalah hancurnya kelompok Dahlani. Yang dimaksud dengan Dahlani adalah pengikut setia pasukan Ahmad Dahlan, kelompok bersenjata di bawah Presiden Mahmoud Abbas.

Menurut Ashfur, hancurnya sempalan Dahlani adalah bentuk murka Allah terhadap mereka karena pembangkangan mereka terhadap Allah, ulama, dan para imam masjid.

Sebuah Organisasi Independen untuk Hak-Hak Penduduk Palestina dalam data statistiknya pada tahun 2007 menunjukan bahwa dalam satu bulan rata-rata 54 orang tewas di jalur Gaza karena perselisihan keluarga, pencurian, dan sebab-sebab lainnya yang menyebabkan hilangnya rasa aman.

Setelah dua minggu Gaza di bawah kontrol Al-Qasam, beberapa sumber dari kalangan medis menyebutkan bahwa seluruh rumah sakit yang berada di penjuru Gaza tidak didatangi seorang pasien pun yang sakit atau terluka akibat hilangnya kontrol keamanan.

Pagi hari, setelah al-Qasam mengumumkan menguasai jalur Gaza, Milisi al-Qasam mendatangi pusat-pusat penjualan minuman keras. Di antaranya, tempat terkenal At Tahliyah di daerah Khan Yunis, Gaza selatan. Tempat itu bisa dikuasai seluruhnya oleh Al-Qasam dan dibunuhnya tiga “dedengkot” penjual dan produsen obat-obatan terlarang, kemudian memusnahkan barang haram ini dengan jumlah yang amat besar.

Al-Qasam juga mendatangi rumah-rumah bordir dan tempat praktik prostitusi yang sebelumnya dilegalkan oleh pihak yang bertanggung jawab. Sekarang sudah tidak ditemukan lagi di Jalur Gaza. Sudah banyak diketahui bahwa di tempat inilah Israel menciptakan “tentara” dengan jumlah amat besar dari orang-orang Palestina sendiri, yaitu dengan mengambil gambar ketika mereka melakukan perzinaan dan mengancam akan menyebarkan gambar itu jika ia enggan membantu Israel. Biasanya, pria-pria yang direkam gambarnya ini lantas diperas agar bersedia menjadi ”mata-mata” Israel.

Mudah-mudahan ketaatan pada agama ini bisa menjadi sumber kekuatan tidak terputus bagi pejuang Palestina di Gaza. [Thoriq/cha/www.hidayatullah.com]

No Response to "Gaza, Benteng “Nafas Jihad” Palestina"

Posting Komentar

 
powered by Blogger